KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji
bagi Allah SWT Tuhan seru sekalian alam atas segala berkat, rahmat, taufik,
serta hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah dengan judul
“Landasan dan Asas Pendidikan”.
Dalam penyusunan makalah
ini, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak. Penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Drs Sambira Mambela, M.pd selaku dosen pembimbing Pengantar
Pendidikan yang telah memberikan bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini, serta, dan rekan-rekan mahasiswa Universitas PGRI
AdiBuana yang selalu berdoa dan memberikan motivasi kepada penyusun.
Penyusun menyadari bahwa makalah ini
masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Oleh karena itu, penyusun
mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar makalah ini dapat lebih baik
lagi. Akhir kata penyusun berharap kerangka acuan makalah ini dapat memberikan
wawasan dan pengetahuan kepada para pembaca pada umumnya dan pada penyusun pada
khusunya
Surabaya, Juni 2012
Penyusun
DAFTAR ISI
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pendidikan sebagai usaha sadar yang sestematik-sistemik
selalu bertolak dari sejumlah landasan serta mengindahkan sejumlah landasan
serta mengindahkan sejumlah asas-asas tertentu. Landasan dan asas tersebut
sangat penting, karena pendidikan merupakan pilar utama terhadap pengembangan
manusia dan masyarakat suatu bangsa tertentu.
Beberapa diantara landasan pendidikan tersebut adalah landasan
filosofi, sosiologis, dan kultural, yang sangat memegang peranan penting dalam
menentukan tujuanpendidikan. Selanjutnya landasan ilmiah dan teknologi akan
mendorong pendidikan itu menjemput masa depan. Kajian berbagai landasan
landasan pendidikan itu akan membentuk wawasan yang tepat tentang pendidikan.
Dengan wawasan dan pendidikan yang tepat, serta dengan menerapkan
asa-asas pendidikan yang tepat pula, akan dapat memberi peluang yang lebih besar dalam merancang dan menyelenggarakan program pendidikan yang tepat wawasan. Sehingga akan memberikan perspektif yang lebih luas terhadap pendidikan, baik dalam aspek konseptual maupun operasional.
asa-asas pendidikan yang tepat pula, akan dapat memberi peluang yang lebih besar dalam merancang dan menyelenggarakan program pendidikan yang tepat wawasan. Sehingga akan memberikan perspektif yang lebih luas terhadap pendidikan, baik dalam aspek konseptual maupun operasional.
Dalam Bab III, akan dipusatkan pada paparan dalam berbagai
landasan dan asas pendidikan, serta beberapa hal yang berkaitan dengan
penerapannya. Landasan tersebut adalah filosofis, kultural, psikologis, serta
ilmiah dan teknologi. Sedangkan asas yang dikaji adalah asas Tut Wuri
Handayani, belajar sepanjang hayat, dan kemandirian dalam belajar.
Pengkajian tentang landasan dan asas pendidikan tersebut
selalu diarahkan pula pada upaya dan permasalahan penerapannya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar
belakang di atas, penulis membatasi dengan hanya mengkaji masalah-masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana
Landasan Pendidikan?
2. Bagaimana
Asas-asas Pendidikan?
3. Bagaimana
Penerapan Asas-asas Pendidikan?
1.3. Tujuan Penulisan
Berdasarkan latar
belakang di atas dapat dibuat tujuan masalah sebagai berikut:
1. Menjelaskan
Landasan Pendidikan
2. Menjelaskan
Asas-asas Pendidikan
3. Menjelaskan
Penerapan Asas-asas Pendidikan
2. KAJIAN TEORI
2.1. Pengertian Pendidikan
Pendidikan sebagai gejala universal, merupakan suatu
keharusan bagi manusia, karena selain pendidikan sebagai gejala, juga sebagai
upaya memanusiakan manusia. Berikut ini akan dikemukakam beberapa pengertian
pendidikan menurut para ahli :
1. Menurut Rusli
Lutan (1994) mengemukakan bahwa “pendidikan pada hakekatnya tetap sebagai
proses membangkitkan kekuatan dan harga diri dari rasa ketidakmampuan,
ketidakberdayaan, keserbakekurangan”.
2. Djuju Sudjana
(1996:31) tentang modal itu dalam dirinya sendiri yang tersirat dalam “human
capital theory”, bahwa manusia merupakan sumber daya utama, berperan sebagai
subyek baik dalam upaya meningkatkan tarap hidup dirinya maupun dalam
melestarikan dan memanfaatkan lingkungannya. Menurut teori-teori ini konsep
pendidikan harus dirasakan atas anggapan bahwa modal yang dimiliki manusia itu
sendiri meliputi : sikap, pengetahuan, keterampilan dan aspirasi. Dengan
perkataan, “modal utama bagi kemajuan manusia tidak berada di luar dirinya
melainkan ada dalam dirinya, dan modal itu sendiri adalah pendidikan.
3. Menurut George
F. Knelled Ledi dalam bukunya yang berjudul Of Education (1967:63),
pendidikan dapat dipandang dalam arti teknis, atau dalam arti hasil dan arti
proses. Dalam artinya yang luas pendidikan menunjuk pada suatu tindakan atau
pengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan pertumbuhan atau
perkembangan jiwa (mind), watak (character), atau kemampuan fisik (physical
Ability) individu, pendidikan dalam arti ini berlangsung terus menerus (seumur
hidup) kita sesungguhnya dan pengalaman seluruh kehidupan kita (George F.
Knelled, 1967:63) dan pendidikan, Demands A. kualitative concept of experience
(Frederick Mayyer, 1963:3-5).
4. Selanjutnya
menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk emmiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian dirinya,
keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Jadi dapat
disimpulkan, pendidikan adalah proses sepanjang hayat dan perwujudan
pembentukan diri secara utuh dalam pengembangan segenap potensi dalam rangka
pemenuhan semua komitmen manusia sebagai individu, makhluk sosial dan sebagai
makhluk Tuhan. Dalam pendidikan, secara implicit terjalin hubungan antara dua
pihak, yaitu pihak pendidik dan pihak peserta didik yang di dalam hubungan itu
berlainan kedudukan dan peranan setiap pihak, akan tetapi sama dalam hal
dayanya yaitu salling mempengaruhi guna terlaksananya proses pendidikan
(transformasi pendidikan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan yang
tertuju kepada tujuan-tujuan yang diinginkan.
2.2. Pengertian Landasan Pendidikan
Secara leksikal, landasan
berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu landasan merupakan tempat
bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik tolak atau dasar
pijakan ini dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat terbang); dapat
pula bersifat konseptual (contoh: landasan pendidikan). Landasan yang bersifat
koseptual identik dengan asumsi, adapun asumsi dapat dibedakan
menjadi tiga macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan premis
tersembunyi.
Pendidikan antara lain dapat dipahami dari dua sudut
pandang, pertama dari sudut praktek sehingga kita mengenal istilah praktek
pendidikan, dan kedua dari sudut studi sehingga kita kenal istilah studi
pendidikan.
Praktek pendidikan adalah kegiatan seseorang atau
sekelompok orang atau lembaga dalam membantu individu atau sekelompok orang
untuk mencapai tujuan pedidikan. Kegiatan bantuan dalam praktek pendidikan
dapat berupa pengelolaan pendidikan (makro maupun mikro), dan dapat berupa
kegiatan pendidikan (bimbingan, pengajaran dan atau latihan). Studi pendidikanadalah kegiatan
seseorang atau sekelompok orang dalam rangka memahami pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan
pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik
tolak dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
Fungsi Landasan Pendidikan
Pendidikan yang
diselenggarakan dengan suatu landasan yang kokoh, maka prakteknya akan mantap,
artinya jelas dan tepat tujuannya, tepat pilihan isi kurikulumnya, efisien dan
efektif cara-cara pendidikan yang dipilihnya, dst. Dengan demikian landasan
yang kokoh setidaknya kesalahan-kesalahan konseptual yang dapat merugikan akan
dapat dihindarkan sehingga praktek pendidikan diharapkan sesuai dengan fungsi
dan sifatnya, serta dapat dipertanggungjawabkan.
2.3. Pengertian Asas Pendidikan
Asas pendidikan
memiliki arti hukum atau kaidah yang menjadi acuan kita dalam melaksanakan
kegiatan pendidikan.
3. PEMBAHASAN
3.1. Landasan Pendidikan di Indonesia
Praktek pendidikan
diupayakan pendidik dalam rangka memfasilitasi peserta didik agar mampu
mewujudkan diri sesuai kodrat dan martabat kemanusiaannya. Semua tindakan
pendidik diarahkan kepada tujuan agar peserta didik mampu melaksanakan berbagai
peranan sesuai dengan statusnya, berdasarkan nilai-nilai dan norma-norma yang
diakui. Dalam pernyataan di atas tersurat dan tersirat bahwa pendidikan
berfungsi untuk memanusiakan manusia, bersifat normatif, dank arena itu mesti
daapt dipertanggungjawabkan.
Sehubungan dengan hal diatas, praktek
pendidikan tidak boleh dilaksanakan secara sembarang, sebaliknya harus dilaksanakan
secara didasari dan terencana. Artinya, praktek pendidikan harus memiliki suatu
landasan yang kokoh, jelas dan tepat tujuannya, tepat isi kurikulumnya, dan
efisien serta efektif cara-cara pelaksanaannya.Implikasinya, dalam rangka
pendidikan mesti terdapat momen berpikir dan momen bertindak, mesti terdapat
momen studi pendidikan dan momen praktek pendidikan. Sebelum melaksanakan
prakterk pendidikan, diantaranya mengenai landasan-landasannya. Sebab, landasan
pendidikan akan menjadi titik tolak praktek pendidikan. Landasan pendidikan
akan menjadi titik tolak dalam menetapkan tujuan pendidikan, memilih isi
pendidikan, memilih cara-cara pendidikan. dst. Dengan demikian praktek
pendidikan diharapkan menjadi mantap, sesuai dengan fungsi dan sifatnya, serta
betul-betul akan dapat dipertanggungjawabkan.
3.1.1. Landasan Filosofi Pendidikan
Pendidikan merupakan topik yang senantiasa menarik untuk
dikaji dan dikembangkan, baik secara teoritis dan praktis maupun secara
filosofis. Teori dan praktik dalam dunia pendidikan mengalami perkembangan
seiring dengan semakin meningkatnya peradaban manusia. Kalau dahulu pendidikan
dapat berlangsung melalui interaksi antara manusia, di zaman modern ini
pendidikan dapat berlangsung melalui interaksi dengan teknologi. Dalam hal ini,
ruang dan waktu seolah tidak lagi menjadi pembatas dalam interaksi antara
manusia termasuk dalam dunia pendidikan.
Realitas dalam abad ke-20,
pendidikan seolah terjerembab dalam ketersesatan lembaga penyelenggara
pendidikan yang menggunakan pola pikir linier dan arogansi dalam memetakan masa
depan (Harefa, 2000). Pendidikan terutama diorientasikan untuk mendapatkan
pengetahuan dan keterampilan yang dapat digunakan dalam menjalankan tugas
professional dan tugas-tugas lain dalam kehidupan. Namun, Seiring gencarnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dunia pendidikan pun mengalami
perkembangan yang pesat. Sebagaimana adanya, perkembangan dalam dunia
pendidikan terinspirasi melalui semakin meningkatnya kesadaran eksistensial
praktisi dan pemikir pendidikan yakni hakekat diri sebagai manusia.
Pendidikan sebagai ilmu bersifat
multidimensional baik dari segi filsafat (epistemologis, aksiologis, dan
ontologis) maupun secara ilmiah. Teori yang dianut dalam sebuah praktek
pendidikan sangat penting, karena pendidikan menyangkut pembentukan generasi
dan semestinya harus dapat dipertanggungjawabkan. Proses pendidikan merupakan
upaya mewujudkan nilai bagi peserta didik dan pendidik, sehingga unsur manusia
yang dididik dan memerlukan pendidikan dapat menghayati nilai-nilai agar mampu
menata perilaku serta pribadi sebagaimana mestinya. Sebagai contoh, dalam
wacana keindonesiaan pendidikan semestinya berakar dari konteks budaya dan
karakteristik masyarakat Indonesia, dan untuk kebutuhan masyarakat Indonesia
yang terus berubah. Menurut Kusuma (2007), hal ini berarti bahwa sebaiknya
pendidikan tidak dilakukan kecuali oleh orang-orang yang mampu bertanggung
jawab secara rasional, sosial dan moral.
Menurut Wen (2003), di zaman yang
berbeda-beda tuntutan terhadap talenta dan spesialisasi individu juga
berbeda-berbeda. Zaman agrikulutur menuntut orang bekerja keras dan mencari
nafkah lewat kerja fisik, zaman industri menuntut standarisasi dan tidak
menekankan kualitas dan talenta individual, dan zaman internet adalah zamannya untuk
membebaskan kualitas-kualitas khusus individual yang seringkali tertindas di
zaman industri. Oleh karena itu, seharusnya sifat dan kualitas pendidikanpun
berubah sesuai zaman dan harus diletakkan landasan bagi pendidikan beraspek
multi.
Berbicara tentang landasan filosofis
pendidikan berarti berkenaan dengan tujuan filosofis suatu praktik
pendidikan sebagai sebuah ilmu. Oleh karena itu, kajian yang dapat dilakukan
untuk memahami landasan filosofis pendidikan adalah dengan menggunakan
pendekatan filsafat ilmu yang meliputi tiga bidang kajian yaitu ontologi,
epistimologi dan aksiologi. Menurut Tirtarahardja dan La Sulo (2005), landasan
filosofis bersumber dari pandangan-pandangan dalam filsafat pendidikan,
menyangkut keyakinan terhadap hakekat manusia, keyakinan tentang sumber nilai,
hakekat pengetahuan, dan tentang kehidupan yang lebih baik dijalankan.
3.1.2. Landasan Sosiologis
Pendidikan yang sistematis terjadi di lembaga sekolah
yang dengan sengaja dibentuk oleh masyarakat. Perhatian sosiologi pada kegiatan
pendidikan semakin intensif. Dengan meningkatkan perhatian sosiologi pada
kegiatan pendidikan tersebt, maka lahirlah cabang sosiologi pendidikan.
Masyarakat indonesia adalah sebagai landasan sosiologis
dalam pendidikan. Masyarakat adalah sekelompok orang yang berinteraksi antar
sesama, adanya saling tergantung dan terikat oleh norma dan nilai yang dipatuhi
bersama, menempati suatu wilayah dan saling bersosialisasi. Masyarakat sebagai
suatu kesatuan hidup memiliki ciri utama, yaitu:
1. Ada interaksi antar bangsa
2. Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat,
norma-norma hukum dan aturan-aturan yang khas.
3. Ada rasa
identitas kuat yang mengikat pada warganya.
Masyarakat indonesia adalah masyarakat majemuk, dan telah
banyak mengalami perubahan, komunitasnya memiliki karakteristik unik baik
secara horizontal maupun vertikal. Melalui berbagai jalur pendidikan termasuk
jalur pendidikan sekolah atau formal, diupayakan untuk menumbuhkan persatuan
dan kesatuan bangsa seperti pendidikan moral pancasila atau PPKN dan
sebagainya.
3.1.3. Landasan Kultural
Pendidikan tidak mungkin terpisah dari manusia, ia selalu
terkait dengan manusia, dan setiap manusia menjadi anggota masyarakat dan
pendukung budaya tertentu. Kebudayaan sebagai gagsan dan karya manusia beserta
hasil budi dan karya itu selalu terkait dengan pendidikan utamanya belajar.
Kebudayaan dalam arti luas dapat terwujud:
Ø Ideal, seperti
ide, gagasan, nilai dan sebagainya
Ø Kelakuan
berpola dari manusia dalam masyarakat
Ø Fisik, yakni benda hasil karya (Koentjraningrat, 1975)
Kebudayaan dapat dibentuk, dilestarikan dan dikembangkan
melalui pendidikan baik kebudayaan yang berwujud ideal atau kelakuan maupun
teknologi (hasil karya).
Pada dasarnya ada tiga yang sifatnya umum yang dapat
diidentifikasikan dalam menurunkan kebudayaan kepada generasi mendatang, yaitu
melalui pendidikan informal (biasanya terjadi di dalam keluarga), non formal
(dalam masyarakat secara trprogram dan berkelanjutan serta berlengsung dalam
kehidupan masyarakat), dan formal (melibatkan lembaga khusus sekolah) yang
dirancang untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Transmisi kebudayaan oleh
masyarakat tidak akan memperoleh kemajuan, sehingga perlu dirancang usaha yang
sistematis dalam mengembangkan kebudayaan, dalam hal ini yang paling efektif
ialah lembaga sekolah.
Kebudayaan nasional sebagai landasan pendidikan nasional
adalah bahwa masyarakat indonesia sebagai pendudkung kebudayaan masyarakat
mejemuk, maka kebudayaan indonesia lebih tepat disebut dengan kebudayaan
nusantara yang beragam. Keragaman sosial budaya tersebut terwujud dalam
keragaman adat istiadat, tata cara, dan tata krama pergaulan, kesenian, bahasa,
dan sastra daerah di suatu daerah tertentu sejak sebelum dan sesudah
kemerdekaan.
3.1.4. Landasan Psikologis
Psikologi telah menyediakan sejumlah informasi tentang
pribadi manusia pada umumnya. Serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek
pribadi. Setiap individu memiliki bakat, kemampuan, minat, kekuatan, demikian
pula tempo dan irama perkembangan yang berbeda antara seorang dengan yang
lainnya.
Individu yang satu dengan yang lainnya, perbedaan ini
terjadi karena adanya perbedaan berbagai aspek kejiwaan antara individu itu
sendiri, baik yang berhubungan dengan bakat, intelek, maupun perbedaan
pengalaman dan tingkat perkembangan serta cita-cita, aspirasi dan kepribadian
secara keseluruhan. Manusia dilahirkan dengan memiliki sejumlah potensi dan
kemampuan yang harusa dikembangkan, kebutuhan yang harus dipenuhi sesuai dengan
kemampuan mereka menerimanya.
Secara umum manusia membutuhkan berbagai macam kebutuhan,
yaitu:
1. Kebutuhan
psikologis
2. Kebutuhan rasa
aman
3. Kebutuhan akan
cinta dan pengakuan
4. Kebutuhan harga
diri
5. Kebutuhan untuk
aktualisasi diri
6. Kebutuhan untuk
mengetahui dan memahami
Alexander mengemukakan ada tida faktor uta yang bekerja
dalam menentukan pola kepribadian, yaitu:
1. Bakat/hereditas
individu
2. Pengalaman awal
di keluarga
3. Peristiwa
penting dalam hidupnmya diluar lingkungan keluarga.
3.1.5. Landasan Ilmiah
Teknologi pendidikan merupakan cabang ilmu yang memiliki
obyek forma “belajar” manusia baik secara pribadi maupun secara kelompok yang
memiliki pola pendekatan diantaranya sebagai berikut :
1. Isomeristik: yaitu pendekatan yang
menggabungkan berbagai unsure yang saling berkaitan dan membentuk satu kesatuan
yang lebih bermakna
2. Sistematik: yaitu dilakukan secara teratur
dan menggunakan pola tertentu dan runtut.
3. Sistemik: Dilakukan secara menyeluruh,
holistic atau komprehensif.
Landasan ilmiah yang menunjang keberadaan teknologi
pendidikan beserta bidang penelitiannya ada beberapa paham seperti berikut ini.
1. A.A Lumsidaine (1964): teknologi
pendidikan merupakan aplikasi dari ilmu dan saint dasar, yaitu:
a. ilmu fisika
b. rekayasa mekanik, optic, electro dan
elektronik
c. teknologi komunikasi &
telekomunikasi
d. ilmu perilaku
e. ilmu komunikasi
f. ilmu ekonomi
2. Robert Morgan (1978) berpendapat ada
3 disiplin utama yang menjadi fondasi teknologi pendidikan
a. ilmu perilaku
b. ilmu komunikasi
c. ilmu manajemen
3. Donald P. Eli (1983) teknologi
pendidikan meramu sejumlah disiplin dasar dan bidang terapannya menjadi suatu
prinsip, prosedurdan keterampilan. Disiplin yang memberikan kontribusi adalah :
a. basic contributing discipline:
komunikasi, psikologi, evaluasi dan menajemen
b. related contributing field :
psikolodi persepsi, prikologi kognisi, psikologi social, media, system dan
penilaian kebutuhan.
4. Barbara B. Seels & Rita C.
Richey (1994): akar intelektual teknologi pembelajaran berasal dari disiplin
lain meliputi:
a. psikologi
b. rekayasa
c. komunikasi
d. ilmu computer
e. bisnis
f. pendidikan
Secara umum perkembangan landasan ilmiah teknologi pendidikan
bersifat ekletik, yaitu berasal dari berbagai sumber dan ditinjau dari berbagai
segi atau sudut pandang.
3.1.6. Landasan Yuridis / Hukum Pendidikan di Indonesia
Landasan yuridis pendidikan Indonesia adalah
seperangkat konsep peraturan perundang-undangan yang menjadi titik tolak
system pendidikan Indonesia, yang menurut Undang-Undang Dasar 1945
meliputi, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia, Ketetapan MPR, Undang-Undang
Peraturan Pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah,
Keputusan Presiden, peraturan pelaksanaan lainnya, seperti peraturan Menteri,
Instruksi Menteri, dan lain-lain.
Kata landasan dalam hukum berarti melandasi atau mendasari
atau titik tolak. Sementara itu kata hukum dapat dipandang sebagai aturan baku
yang patut ditaati. Landasan hukum pendidikan dapat diartikan peraturan baku
sebagai tempat berpijak atau titik tolak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan
pendidikan. Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pendidikan
antara lain :
- Undang-Undang Dasar 1945 terutama pasal 31
- Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
- Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
- PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
- PP Nomor 48 tahun 2008 tentang Pendanaan Pendidikan
- PP Nomor 74 tahun 2008 tentang Guru
- Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
- Permendiknas Nomor 23 Tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.
- Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaaan Permendiknas Nomor 22 dan 23 Tahun 2006.
- Permendiknas Nomor 6 Tahun 2007 tentang Perubahan Permendiknas Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Permendiknas Nomor 22 dan 23 Tahun 2006.
- Kepmendiknas Nomor 044/U/2002 tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.
3.1.7. Landasan Religius
Pendidikan adalah suatu usaha disengaja yang diperuntukan
dalam upaya untuk mengantarkan peserta didik menuju pada tingkat kematangan
atau kedewasaan, baik moral maupun intelektual. Pendidikan tidak semata-mata
hanya berorientasi pada cita-cita intelektual saja. Namun tidak melupakan
nilai-nilai ketuhanan, individual dan social. Artinya, proses pendidikan
disamping akan menuntuk dan memancing potensi intelektual seseorang, juga
menghidupkan dan mempertahankan unsur manusiawi dalam dirinya dengan landasan
iman dan takwa.
Oleh karena itu, A. Tafsir (2008: 11-12), menjelaskan bahwa
pendidikan agama itu tidak akan berhasil bila hanya diserahkan kepada guru
agama. Dia mengatakan pendidikan keimanan dan ketakwaan, inti dari
pendidikan agama, itu adalah tugas bersama antara guru, sekolah, orang tua, dan
masyarakat. Dalam arti bahwa perlu adanya keterpaduan, baik keterpaduan tujuan,
materi, proses, dan lembaga.
Dengan adanya undang-undang dan fenomena yang terjadi dalam
dunia pendidikan, menjadikan agama sebagai suatu yang wajib untuk dijadikan
landasan dalam proses pendidikan, baik di tingkat dasr maupun menengah, dan
bahkan sampai ke perguruan tinggi.
3.2. Asas-Asas Pendidikan Indonesia
Sistem pendidikan Indonesia mengenal adanya tiga asas-asas
pendidikan. Asas yang pertama adalah asas Tut Wuri Handayani (berasal dari
Bahasa Sansekerta yang berarti ‘Jika di belakang mengawasi dengan awas’). Asas
pendidikan yang kedua adalah asas ‘Belajar Sepanjang Hayat;’ sedang asas yang
terakhir adalah asas ‘Kemandirian dalam Belajar.’
3.2.1. Asas Tut Wuri Handayani
Pertama kali dicetuskan oleh tokoh sentral pendidikan
Indonesia, Ki Hajar Dewantoro, pada medio 1922, semboyan Tut Wuri Handayani
merupakan satu dari tujuh asas Perguruan Nasional Taman Siswa. Dalam asas
Perguruan Nasional Taman Siswa, semboyan Tut Wuri Handayani termaktub dalam
butir pertama yang berbunyi, “Setiap orang mempunyai hak untuk mengatur dirinya
sendiri dengan mengingat tertibnya persatuan dalam peri kehidupan.”
Dari kutipan tersebut kiranya dapat ditarik kesimpulan
bahwasanya tujuan dari pembelajaran ala Taman Siswa – dan pendidikan di
Indonesia pada umumnya – adalah menciptakan “kehidupan yang tertib dan damai
(Tata dan Tenteram, Orde on Vrede)” (Tirharahardja, 1994: 119). Dalam
perkembangan selanjutnya, Perguruan Taman Siswa menggunakan asas tersebut untuk
melegitimasi tekad mereka untuk mengubah sistem pendidikan model lama – yang
cenderung bersifat paksaan, perintah, dan hukuman – dengan “Sistem Among” khas
ala Perguruan Taman Siswa.
Sistem Among berkeyakinan bahwa guru adalah “pamong.” Sesuai
dengan semboyan Tut Wuri Handayani di atas, maka pamong atau guru di sini lebih
cenderung menjadi navigator peserta didik yang “diberi kesempatan untuk
berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri, diperintah atau dipaksa”
(Tirtarahardja, 1994: 120).
Jika menilik Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, seperti
apa yang tercantum dalam Undang-undang Nomer 23 Tahun 2003, maka konsep Tut
Wuri Handayani termanifestasi ke dalam sistem KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan). Peran guru dalam sistem KTSP lebih cenderung sebagai pemberi
dorongan karena adanya pergeseran paradigma pengajaran dan pembelajaran, dari “teacher
oriented” kepada “student oriented.”
Dalam KTSP, guru bukan lagi sekedar “penceramah” melainkan pemberi dorongan, pengawas,
dan pengarah kinerja para peserta didik. Dengan sistem kurikulum yang
terbaru ini, para pendidik (guru) diharapkan mampu melejitkan semangat atau
motivasi peserta didiknya. Hal ini lantaran proses pengajaran
dan pembelajaran hanya akan berjalan lancar, efektif dan efisien manakala ada
semangat yang kuat dari para peserta
didik
untuk mengembangkan dirinya melalui pendidikan. Maka bukan tidak mungkin, jika
KTSP juga merupakan wujud manifestasi dari asas pendidikan
Indonesia
“Kemandirian dalam Belajar.”
3.2.2. Asas Kemandirian dalam Belajar
Keberadaan Asas Kemandirian dalam Belajar memang satu jalur
dengan apa yang menjadi agenda besar dari Asas Tut Wuri Handayani, yakni
memberikan para peserta didik kesempatan untuk “berjalan sendiri.” Inti dari
istilah “berjalan sendiri” tentunya sama dengan konsep dari “mandiri” yang
dalam Asas Kemandirian dalam Belajar bermakna “menghindari campur tangan guru
namun (guru juga harus) selalu siap untuk ulur tangan apabila diperlukan”
(Tirtarahardja, 1994: 123).
Kurikulum KTSP tentunya sangat membantu dalam agenda
mewujudkan Asas Kemandirian dalam Belajar. Prof. Dr. Umar Tirtarahardja (1994)
lebih lanjut mengemukakan bahwa dalam Asas Kemandirian dalam Belajar, guru
tidak hanya sebagai pemberi dorongan, namun juga fasilitator, penyampai
informasi, dan organisator (Tirtarahardja, 1994: 123). Oleh karena itu, wujud
manifestasi Asas Kemandirian dalam Belajar bukan hanya dalam berbentuk
kurikulum KTSP, namun juga dalam bentuk ko-kurikuler dan ekstra kurikuler –
sedang dalam lingkup perguruan tinggi terwujud dalam kegiatan tatap muka dan
kegiatan terstruktur dan mandiri.
Dalam bukunya “Contextual Teaching and Learning” Elanie B.
Johnson (2009) berpendapat bahwa dalam Pembelajaran Mandiri, seorang guru yang
berfaham “Pembalajaran dan Pengajaran Kontekstual” dituntut untuk mampu menjadi
mentor dan guru ‘privat’ (Johnson, 2009: 177). Sebagai mentor, guru yang hendak
mewujudkan kemandirian peserta didik diharapkan mampu memberikan pengalaman
yang membantu kepada siswa mandiri untuk menemukan cara menghubungkan sekolah
dengan pengalaman dan pengetahuan mereka sebelumnya. Sebagai seorang guru
‘privat,’ seorang guru biasanya akan memantau siswa dalam belajar dan sesekali
menyela proses belajar mereka untuk membenarkan, menuntun, dan member instruksi
mendalam (Johnson, 2009).
Lebih lanjut Johnson mengungkapkan bahwa kelak jika proses
belajar mandiri berjalan dengan baik, maka para peserta
didik
akan mampu membuat pilihan-pilihan positif tentang bagaimana mereka akan mengatasi
kegelisahan dan kekacauan dalam kehidupan sehari-hari (Johnson, 2009: 179). Dengan
kata lain, proses belajar mandiri atau Asas Kemandirian dalam Belajar akan
mampu menggiring manusia untuk tetap “Belajar sepanjang Hayatnya.”
3.2.3. Asas Belajar sepanjang Hayat
Mungkin inilah agenda besar pendidikan di Indonesia, yakni
manusia Indonesia yang belajar sepanjang hayat. Konsep belajar sepanjang hayat
sendiri telah didefinisikan dengan sangat baik oleh UNESCO Institute for
Education, lembaga di bawah naungan PBB yang terkonsentrasi dengan urusan
pendidikan. Menurut Cropley (1970: 2-3, Sulo Lipu La Sulo, 1990: 25-26, dalam
Tirtarahardja, 1994: 121), belajar sepanjang hayat merupakan pendidikan yang
harus :
v meliputi seluruh hidup setiap
individu
v mengarah kepada pembentukan,
pembaharuan, peningkatan, dan penyempurnaan secara sistematis
v tujuan akhirnya adalah mengembangkan
penyadaran diri setiap indiviu
v mengakui kontribusi dari semua
pengaruh pendidikan yang mungkin terjadi.
Jika diterapkan dalam sistem pendidikan yang berlaku saat
ini, maka pendekatan yang sangat mungkin digunakan untuk mencapai tujuan ini
adalah melalui pendekatan “Pembalajaran dan Pengajaran Kontekstual.” Sedang
dalam konteks pendidikan di Indonesia, konsep “Pembelajaran dan Pengajaran
Kontekstual” sedikit banyak telah termanifestasi ke dalam sistem Kurikulim
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Selain KTSP – yang notabene merupakan bagian
dari pendidikan formal, maka Asas Belajar sepanjang Hayat juga termanifestasi
dalam program pendidikan non-formal, seperti program pemberantasa buta aksara
untuk warga Indonesia yang telah berusia lanjut, dan juga program pendidikan informal,
seperti hubungan sosial dalam masyarakat dan keluarga tentunya.
4. PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Pendidikan selalu berkaitan dengan manusia, dan hasilnya tidak
segera tampak. Diperlukan satu generasi untuk melihat suatu akhir dari
pendidikan itu. Oleh karena itu apabila terjadi suatu kekeliruan yang berakibat
kegagalan, pada umumnya sudah terlambat untuk memperbaikinya. Kenyataan ini
menuntut agar pendidikan itu dirancang dan dilaksanakan secermat mungkin dengan
memperhatikan sejumlah landasan dan asas pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
http://edukasi.kompasiana.com/2011/06/14/landasan-pendidikan-di-indonesia/
http://mahmuddin.wordpress.com/2009/10/19/landasan-filosofi-pendidikan-pengantar/
http://khotneeda.blogspot.com/2012/03/landasan-psikologis-sosiologis-kultural.html
http://himcyoo.wordpress.com/2011/12/01/landasan-yuridis-pendidikan/
http://moshimoshi.netne.net/materi/ilmu_pendidikan/bab_3.htm
http://www.mukminun.com/2009/10/asas-asas-pendidikan-indonesia-dan.html
http://adisastrajaya.blogspot.com/2012/04/landasan-dan-asas-asas-pendidikan-serta.html
http://yandiyulio.wordpress.com/2009/05/25/landasan-pendidikan/
0 komentar:
Posting Komentar
komentar dengan bahasa yang sopan